Berwisata sambil berdarmayatra ke Candi Purwo
Candi
Purwo setelah di bangun mulai banyak masyarakat tahu dari media,baik dari
jejaring social maupun informasi dari keluarga atau teman,dihari-hari tertentu
yang di anggap keramat mulai teman-teman,saudara berdatangan ke Candi Purwo melakukan
Ritual Nyadranan ( srada bakti kepada Leluhur/DangHyang Tanah Jawi)yang telah memberikan kehidupan,yang menurunkan kita sebagai Manusia Berbudi Luhur di Nusantara.
Masyarakat Kejawen nyadranan di Candi Purwo
makin dikenalnya Candi Purwo mulai banyak yang mendapatkan
petunjuk masing-masing rombongan yang datang ke Candi Purwo,ini mengingatkan
kita satu saudara satu leluhur satu kawitan/asal.inilah yang terjadi dari
saudara kita yang menganut kejawen dan juga saudara kita dari Bali beberapa
waktu ini ada masyarakat yang kebingungan mencari Kawitannya ternyata petunjuk Niskala
Leluhur Beliau ada di Candi Purwo
Masyarakat yang ke Candi Purwo dengan berjalan di jalan yang berlumpur,tidak menyurutkan niat mereka berbakti kepada Kawitan di Candi Purwo
Seiring
dengan waktu semakin hari semakin banyak yang kembali eling dengan
Kawitan,asalnya itu menandakan Leluhur Nusantara mulai mencari anak
putunya agar kembali eling dengan
jatidiri Bangsa.
Masyarakat
Kejawen biasanya di hari-hari tertentu mengadakan Ritual Nyadranan,membawa
sesaji berisi tumpeng,ingkung,pecok bakal dalam wadah saji,dan menghaturkan hasil
panen,mereka berbondong-bondong datang ke Candi Purwo berdoa memohon
keselamatan setelah panen.
mereka menyiapi sesaji di dapur umum di Candi Purwo,dengan canda,suka ria masyarakat ngayah membuat sesaji setelah panen di Desa mereka,ini menunjukan kerukunan masyarakat masih kental
masyarakat ngayah di dapur umum membuat sesaji di Candi Purwo
Kegotong royongan masyarakat di Dusun Pondok Asem,Desa Kedung Asri masih kental,suasana Sosial Kemasyarakatan masih seperti sejak jaman dahulu,mulai dari membangun rumah,menanam padi,panen semua di lakukan secara gotong royong oleh masyarakat
Di Desa masih kita lihat masyarakat mengerjakan sesuatu masih ada rasa kegotong royongan dalam
berbagai bentuk. Mulai dari kerja bakti yang seringkali dilakukan warga
masyarakat setiap satu minggu sekali hingga Budaya gotong royong antar
umat beragama. Budaya gotong royong adalah identitas Bangsa Nusantara.
Karenanya, budaya gotong royong seharusnya terus dijaga supaya terus
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Istilah
gotong royong berasal dari bahasa Jawa. Gotong berarti pikul atau
angkat, sedangkan royong berarti bersama-sama. Sehingga jika diartikan, gotong royong berarti mengangkat secara bersama-sama
atau mengerjakan sesuatu secara bersama-sama. Gotong royong dapat
dipahami pula sebagai bentuk partisipasi aktif setiap individu untuk
ikut terlibat dalam memberi nilai positif dari setiap obyek,
permasalahan, atau kebutuhan orang-orang di sekelilingnya. Partisipasi
aktif tersebut bisa berupa bantuan yang berwujud materi, keuangan,
tenaga fisik, mental spiritual, ketrampilan, sumbangan pikiran atau
nasihat yang konstruktif.
Budaya gotong royong yang dikenal oleh masyarakat
Indonesia dapat dikategorikan ke dalam dua jenis, yakni gotong royong
tolong menolong dan gotong royong kerja bakti. Budaya gotong royong
tolong menolong terjadi pada aktivitas pertanian, kegiatan sekitar rumah
tangga, kegiatan pesta, kegiatan perayaan, dan pada peristiwa bencana
atau kematian. Sedangkan budaya gotong royong kerja bakti biasanya
dilakukan untuk mengerjakan sesuatu hal yang sifatnya untuk kepentingan
umum, entah yang terjadi atas inisiatif warga.
Gotong Royong ngayah di Candi Purwo
Dalam
perspektif sosiologi budaya, nilai gotong royong adalah semangat yang
diwujudkan dalam bentuk perilaku atau tindakan individu yang dilakukan
tanpa mengharap balasan untuk melakukan sesuatu secara bersama-sama demi
kepentingan bersama atau individu tertentu. Gotong
royong menjadikan kehidupan manusia Indonesia lebih berdaya dan
sejahtera. Dengan gotong royong, berbagai permasalahan kehidupan bersama
bisa terpecahkan secara mudah dan murah, demikian halnya dengan
kegiatan pembangunan masyarakat.
tadi kita jelaskan beberapa masalah gotong royong di masyarakat dekat Candi Purwo,
Sekarang kita kembali ke masalah Masyarakat Bali mencari Kawitan sambil melakukan Darmayatra sampai di Candi Purwo.
Banyak Masyarakat di Bali kebingungan dengan Kawitan/asalnya,akhirnya sang waktu dan nisakala yang menuntun mereka sampai kepada tujuan.
Kedepan Candi Purwo di samping menjadi Pusat Kawitan Nusantara juga sebagai Obyek Wisata Spiritual yang banyak di kunjungi Masyarakat luas,untuk menambah pendapatan Daerah.
ini semestinya bisa dikembangkan kedepannya di samping Candi menjadikan Aicon Obyek ada juga Teluk Pangpang yang memiliki potensi Obyek Wisata unggulan yang perlu dikembangkan secara berkala untuk jetsky air,dan olah raga air lainnya yang disukai sama Wisatawan Nusantara maupun Asing,dengan berkembangnya Candi Purwo dan Teluk Pangpang menjadi Wisata kedepan pasti membutuhkan Hotel,Villa, Bungalow,Restorant,dan fasilitas pendukung lainnya,ini akan membutuhkan tenaga kerja yang cukup lumayan banyak,semoga cita-cita ini bisa terwujud demi kemakmuran masyarakat..matur nuwun..
Video Darmayatra/Darmawisata masyarakat Bali ke Banyuwangi
Comments