Upacara Pawintenan Masyarakat Jawa di Candi Purwo
Upacara
Mawinten
Mawinten
berasal dari bahasa jawa kuno, mawa arti nya bersinar dan inten arti nya intan
(permata) berwarna putih/suci kemilau/bersinar dan mempunyai sifat mulia, bila
diuraikan mempunyai pengertian, dengan upacara Mawinten ini orang yang
melaksanakannya secara lahir batin akan suci, berkilau dan bersinar bagaikan
permata juga dapat bermanfaat bagi orang banyak.
Pembersihan
diri sering disebut pembersihan lahir batin
a.Pembersihan
diri secara lahir, bisa bersihkan atau dimandikan dengan air yang telah
disatukan
dengan berbagai aneka bunga/kembang.
b.Pembersihan
diri secara batin, memohon kepada Hyang Widhi/Tuhan
masyarakat sering melalukan pembersihan diri di Campuan kali tigo Candi Purwo
Makna
dari Upacara Mawinten :
Makna dari Pawintenan bermaksud agar dapat penyucian diri untuk meningkatkan kita dalam
spiritual, tuntunan dan bimbingan dalam mempelajari ilmu pengetahuan yang
bersifat suci seperti kesusilaan, kitab Weda, lalu selanjutnya dapat diamalkan
dan dijalankan dalam kehidupan diri sendiri maupun kepada orang lain yang
memerlukannya.
Umat
Hindu meyakinin, wajib hukumnya melaksanakan upacara Mawinten ini yang berguna
untuk penyucian diri secara lahir batin dan sarat dengan nilai nilai kerohanian
yang tinggi dan mendalam. Upacara Mawinten bisa dilaksanakan oleh siapa saja.
Dalam Mawinten ada 3 tingkatan upacara dan itu tergantung dari keadaan orang
yang akan menjalankannya :
a.
Mawinten dengan ayaban saraswati
sederhana adalah upacara pensucian diri dengan memuja Dewi Saraswati sebagai
sakti Brahma yang mencipta ilmu pengetahuan, yang melaksankannya pawintenan
ini, yang baru belajar agama, pegawai kantor agama, dll.
b.
Mawinten dengan ayaban bebangkit
upacara medium adalah pensucian diri dengan memuja Dewi Saraswati dan Bethara
Gana sebagai putra Siwa yang berfungsi sebagai pelindung manusia, yang
melaksankannya pawintenan ini para tukang, sangging, tukang banten.
c.
Mawinten dengan ayaban catur upacara
utama adalah pensucian diri dengan memuja para Dewa : Iswara, Brahma, Mahadewa
dan Wisnu sebagai manifestasi Ida Sanghyang Widhi Wasa, yang melaksankannya
pawintenan ini para pemangku, dalang, pendeta, dll.
Pada umumnya pelaksanakan upacara Mawinten ini, di lakukan saat menjelang upacara Penyineban atau hari penutupan Piodalan yang disebut dengan Nyurud Hayu. Nyurud artinya memohon dan Hayu artinya keselamatan. Jadi nyurud hayu adalah memohon keselamatan Kepada Hyang Widhi Wasa, Bhatara-Bhatari dan Leluhur.
Pada umumnya pelaksanakan upacara Mawinten ini, di lakukan saat menjelang upacara Penyineban atau hari penutupan Piodalan yang disebut dengan Nyurud Hayu. Nyurud artinya memohon dan Hayu artinya keselamatan. Jadi nyurud hayu adalah memohon keselamatan Kepada Hyang Widhi Wasa, Bhatara-Bhatari dan Leluhur.
Upacara
Mawinten bisa juga dilaksanakan pada saat bulan purnama, dengan maksud agar
pembersihan dan penyucian terhadap dirinya benar benar bersih serta terang
bendera dan berkilau seperti sinar bulan purnama
Tempat
penyelenggaraan upacara Mawinten ini umumnya di Pura. Prosepsi Mawinten untuk
Pamangku, biasanya dilaksanakan ditempat dimana mereka akan mengabdikan diri
sebagai Pamangku, misalnya di Pura Dalem, Pura Desa, Pura Puseh, Pura Dhang
Kahyangan, Sad Kahyangan, Kahyangan Jagat atau di Sanggah atau Merajan. Adapun
pemimpin upacara Mawinten adalah seorang Pendeta.
Di
beberapa desa di Bali atau di luar Bali yang tidak mempunyai pendeta, upacara
Mawinten dapat dilaksanakan dengan cara memohon kehadapan Hyang Widhi Wasa yang
diantar oleh pamangku senior, dan Mawinten ini disebut Pawintenan ke Widhi.
Proses
upacara Mawinten adalah sebagai berikut :
Upacara
persiapan: diawali dengan pembersihan lahir seperti menyapu halaman pura,
menata dengan baik alat-alat upacara pawintenan sesuai dengan tempatnya,
memasang busana perlengkapan untuk palinggih yang akan dipakai menstanakan
Tuhan dan manifestasiNya, upacara penyucian palinggih dengan menghaturkan
sesajen.
Masyarakat Kejawen dalam ritualnya masing-masing di Candi Purwo
Upacara menstanakan Tuhan dan manifestasiNya, selanjutnya mempersembahkan upakara-upakaranya dengan tujuan mohon agar beliau berkenan menjadi saksi dalam penyelenggaraan upacara pawintenan tersebut, sehingga upacara berjalan tertib, aman dan lancar.
Upacara melukat yaitu pembersihan diri dari yang akan diwinten dengan sarana air kelapa muda (klungah) yang telah dijadikan Tirtha oleh pendeta/pinandita melalui doa, puja dan mantra weda. Selanjutnya dipercikkan ke ubun-ubun dan badan yang diwinten.
Upacara mabyakala bertujuan memberikan pengorbanan suci kepada mahluk halus (bhutakala) agar tidak mengganggu jalannya upacara.
Upacara Maprayascita adalah memohon kekuatan-kekuatan Tuhan/manifestasiNya agar yang diwinten dapat memiliki pandangan yang suci.
Upacara pengukuhan (masakapan, padudusan, marajah) yaitu upacara penetapan sesuai dengan jenis profesi kepamangkuan yang ditekuni, ditandai dengan sarana penyucian asapnya api (dudus) dan menulisi organ tubuh yang diwinten dengan aksara-aksara suci.
Upacara mejaya-jaya yaitu upacara yang bertujuan menyatakan rasa syukur kehadapan Hyang Widhi Wasa, karena telah dapat dilaksanakan dengan baik.
Upacara sembahyang, bertujuan mendekatkan diri kehadapan Hyang Widhi Wasa mohon tuntunan dan bimbinganNya agar yang diwinten dapat menjalankan kewajibannya sesuai jenis dan tingkatan pawintenannya.
Di Candi Purwo masyarakat mulai di witen untuk pembersihan lahir batin
Upacara Mawinten adalah merupakan salah satu kewajiban setiap umat Hindu dalam
upaya mewujudkan kesejahteraan lahir maupun kebahagiaan bathin (jagadhita dan
moksa). Mengingat dari pandangan filosofis upacara Mawinten sarat dengan
nilai-nilai kerohanian, etika, moral dan agama yang tinggi dan mendalam.
Dari
rangkaian upacara Mawinten yang disebutkan di atas, mempunyai makna sebagai
berikut :
Dengan
menenangkan diri dan memusatkan pikiran, maka akan dapat lebih terarah untuk
mulai mempelajari ilmu pengetahuan.
Mengendalikan diri dan menuntun seseorang untuk berpikir, berkata dan berbuat sesuai dengan ajaran dharma.
Merupakan tahapan atau jenjang dalam pendakian spiritual.
Meningkatkan kebersihan dan kesucian diri pribadi.
Pengabdian, pelayanan kepada Hyang Widhi Wasa dan masyarakat
Bagi mereka yang sudah melaksanakan Mawinten diwajibkan melakukan brata, tapa, yoga, semedhi. Makin tinggi tingkat Mawintennya makin ketat pelaksanaan brata, tapa, yoga, semedhi-nya, dan mereka harus rela melepaskan diri dari unsur ke duniawan.
Mengendalikan diri dan menuntun seseorang untuk berpikir, berkata dan berbuat sesuai dengan ajaran dharma.
Merupakan tahapan atau jenjang dalam pendakian spiritual.
Meningkatkan kebersihan dan kesucian diri pribadi.
Pengabdian, pelayanan kepada Hyang Widhi Wasa dan masyarakat
Bagi mereka yang sudah melaksanakan Mawinten diwajibkan melakukan brata, tapa, yoga, semedhi. Makin tinggi tingkat Mawintennya makin ketat pelaksanaan brata, tapa, yoga, semedhi-nya, dan mereka harus rela melepaskan diri dari unsur ke duniawan.
Brata
adalah pengekangan hawa nafsu panca indra; Tapa adalah pengendalian diri agar
selalu dalam jalur Dharma. Yoga adalah senantiasa memuja kebesaran dan
kemuliaan sang Pencipta ( tuhan Yang Maha Esa ). Semedhi adalah mengosongkan
pikiran dan penyerahan diri secara total pada kemahakuasaan sang Pencipta
(Tuhan Yang Maha Esa).
Swadharma
seorang ekajati wajib melaksanakan dharma agama disertai dengan atribut yang
dikenakan seorang ekajati yaitu kain, kampuh, baju, destar putih, dan tatanan
rambut, semuanya disesuaikan dengan tingkatan Mawinten masing-masing. Mereka
yang sudah Mawinten tidak boleh Menyantap suguhan di tempat orang
meninggal/ngaben,turut memandikan layon/jenazah, termasuk“cemer/cemar/kotor/tidak bersih ” .
Apabila
seseorang yang sudah Mawinten cemer, maka ia wajib mensucikan diri kembali
dengan berbagai tingkatan cara sesuai dengan tingkat kecemerannya.
Misalnya
jika hanya menyantap makanan di tempat orang berhalangan kematian, cukup dengan
meprayascita saja; jika sampai mengambil/ memegang jenazah wajib mengulangi
upacara Mawintennya yang dinamakan upacara “masepuh
Dari
pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bila kita ingin melakukan perbuatan
baik hendaklah dengan hati yang bersih dan juga pikiran yang bersih , maka akan
terlaksana dengan apa yang kita harapkan.
Upacara
Pewintenan bagi masyarakat yang ada di dekat CANDI PURWO bermaksud membersihkan
diri masyarakat baik secara lahir maupun batin agar nantinya kalau ngayah di
Candi Purwo sudah bersih dan tidak terjadi halangan melintang karena tempat
yang akan di bangun Candi merupakan Hutan yang sangat angker dan sangat Suci.
Di
saat Upacara Pawintenan terlaksana , masyarakat Pondok Asem membersihkan diri
di Pura Desa terdahulu dan sembahyang memohon agar pawitenan nanti biasa
berjalan lancar,setelah selesai Sembahyang di Desa Masyarakat lalu beriring-iringan melalukan Ped
berjalan menuju Candi Purwo yang berjarak dari Desa ke Candi sekitar 1,5 Km
jauhnya.
Acara pawitenan pembersihan diri baik lahir maupun batin masyarakat yang ada di Candi Purwo
Semoga bermanfaat untuk umat Hindu yang baru eling dengan ajaran Leluhur di Jawa...Matur Nuwun...
Comments